logo blog
Sela Sela Sela
Terima kasih atas kunjungan Anda di website Jendela Pendidikan,
semoga apa yang saya share di sini bisa bermanfaat dan memberikan motivasi pada kita semua
untuk terus berkarya dan berbuat sesuatu yang bisa berguna untuk orang banyak.

HAKIKAT PENDIDIKAN KARAKTER


Di Indonesia, pendidikan karakter telah dibahas secara tuntas oleh Ki Hadjar Dewantara dalam kedua karya monumentalnya, pendidikan dan kebudayaan. Pendidikan karakter yang sekarang digembor-gemborkan oleh Kemendiknas sebenarnya hanya istilah lain dari pendidikan Budi Pekerti dalam pemikiran Ki Hajar Dewantara (Ki Hadjar Dewantara, 1968). Begitu agungnya pemikiran Ki Hadjar Dewantara, Malaysia telah melahirkan 7 (tujuh) Doktor yang mengkaji pemikirannya. Ironisnya, Indonesia baru melahirkan satu Doktor, yang mengkaji Ki Hadjar Dewantara (Hadjar Pramuji, 2012). Lebih dari itu, model pendidikan karakter yang dirancang Kemendiknas justru berkiblat pada Thomas Lickona, dengan alasan bahwa Lickona merupakan tokoh pertama yang mengenalkan pendidikan karakter (Zuchdi, 2011).

Diskursus pendidikan karakter mengalami perbedaan panjang yang tidak jelas ujung pangkalnya. Misalnya, apakah orang yang dilahirka berkarakter buruk dapat dirubah-melalui pendidikan-sehingga menjadi baik? Apakah jika seseorang telah membawa karakter baik-tidak perlu dididik-akan tetap baik sampai kapanpun dan dalam keadaan apapun?
Sebaliknya, apakah orang yang dilahirkan berkarakter buruk akan tetap buruk meskipun diproses dalam wadah pendidikan? Jika demikian, apakah pendidikan tidak berpengaruh dalam pembentukan karakter seseorang?

Perbdebatan diatas sebenarnya telah diselesaikan oleh tiga jawaban filosofis dengan corak yang berbeda. Jawaban pertama, dikemukakan oleh Jhon Locke dengan teori Tabula Rasa. Melalui teorinya, Jhon Locke mengatakan bahwa stiap anak dilahirkan seperti kertas putih yang dapat ditulis dengan karakter baik atau buruk. Jawaban kedua, dikemukakan oleh Lombrosso dan Schopenhauer dengan teori Nativisme. Melalui teorinya, mereka menyatakan bahwa setiap karakter seseorang tidak dapat berubah karena bersifat genetis. Jawaban ketiga, dikemukakan oleh Wiliam Stren dengan teori Konvergensi. Melalui teorinya ini ia menyatakan bahwa karakter seseorang dipengaruhi oleh bawaan atau genetika dan lingkungan atau pendidikan.
Terlepas dari berbagai jawaban filosofis di atas, pendidikan karakter di indonesia mengusung semangat baru dengan optimisme yang penuh untuk membangun karakter bangsa yang bermartabat. Oleh karena itu, konsep pendidikan karakter harus mengambil posisi yang jelas, bahwa karakteristik seseorang tersebut? Jawaban atas inilah yang disebut dengan pendidikan karakter.

Enter your email address to get update from jendela pendidikan.
Print PDF
Next
« Prev Post
Previous
Next Post »
Copyright © 2013. Jendela Pendidikan - All Rights Reserved | Template Created by Kompi Ajaib Proudly powered by Blogger